Mitos



Di malam hari gelap, lebih pekat dari malam-malam sebelumnya, sepasang insan memadu kasih. Pada ruang kamar yang berantakan seperti tak terawat. Namun interiornya luas dan di penuhi aneka tanaman. Begitu natural dan sejuk, serta dihiasi bebungaan yang tumbuh di berbagai sudut.
.
Aku tak pernah lelah. Memandang buah dadamu, yang besar sebelah. Disharmonious harmony, aku menyebutnya begitu. Dan aku betah, karena kutangmu tak guna malam ini. Kutang hanya milik mereka yang tak suka kebebasan. Membelenggu bagai sabuk pengaman. Padahal, dirimu aman kan Sayang? Sungguh aku lebih suka melihatnya, ketimbang mempergunakan tanganku. Apalagi melatih mulutku yang sudah bukan seumur bayi. Atau kamu menyukai bayi besar dan kekanakan?

Tukeran dong, Baby! Aku telanjang di bagian atas, kamu lepas yang bawah. Biar seimbang, begitu! Lempar sana underwear-mu. Mirip kandang gajah kecil dengan belalai lebih besar dari kepalanya. Aku menyebutnya Ambiguity, sebab kadang mendongak ke atas, kadang menggantung pasrah nasib. Lalu berayun-ayun mirip pendulum. Seperti kamu, aku memilih memakai mataku, daripada menggerakan tangan untuk meraihnya. Apakah kamu keberatan, Baby?

Tentu saja tidak, Sayangku. Barusan aku selintas berandai: jika kita berdua berjalan keluar rumah ini, orang yang memandangnya akan berpikir, bahwa ada sepasang manusia lagi, yang dikutuk dari Firdaus. Dan terlempar ke fana dunia untuk kedua kalinya. Mungkin juga mereka akan berdehem sambil mengasihani kita. Atau, mungkin pula mereka akan berguman: “Ada yang telah nekad memetik buah terlarang lagi!”

Dan bisa jadi sang ular yang disalahkan kembali. Ular yang kerap centil menggoda. Karena ular itu pula lah, dunia ini penuh manusia seperti sekarang. Sebab itu, mari kita jauhi pohon berbuah terlarang. Jangan pegang! Lihat saja boleh, tapi hindari untuk mencoba menyentuhnya, apalagi mengunyahnya. Dijamin, kita akan terlempar ke dunia yang kita tak tahu nama dan bentuknya.

Oke, mari kita masuk kamar lagi. Ayo saling bertindih, biar merasakan sesak nafas. Berdesah-desau lalu menyebut nama sang Maha ketika pendakian mencapai puncak. Jika jenuh bergumul, putar balikan anatomi serupa angka enam sembilan horisontal. Anggap saja kembali ke jaman purba, saat pakaian hanya buat mengusir cuaca yang tak bersahabat. Biarin, para perancang mode di Paris frustasi. Biarin factory outlet bakalan bangkrut.

Bagaimana tentang cahaya, Baby..? Apa nyala sebaiknya atau matikan beberapa, agar seolah temaram rembulan hadir di ruangan ini?
Justru ini seninya, maksudku seni melatih sel-sel badan supaya tahan masuk angin. Lama-lama kita akan terbiasa, seperti suku-suku di pedalaman yang tahan terpaan angin dan tak risau minim cahaya. Eksotik bukan?

Sayangku, tambahkan nyala lilin beberapa dan bakar aroma theraphy, perusahaan listrik negara akan berterima kasih. Bahan bakar negri ini akan terhemat. Bila saja seluruh dunia saban malam begini, sungguh enerji bumi akan efesien. Thomas Edison akan menangis di kuburnya. Susah payah menemukan pijar lampu, kita malah menolaknya mentah-mentah.

Tapi, jangan sekali-sekali memakan buah itu. Ingat tragedi awal penciptaan dunia. Jilat saja, hindari memakannya. Kontrol diri itu perlu; buat aku, juga kamu. Sekali kita mencoba menggigitnya terlampau keras, pasti kita akan menyesal sesesal-sesalnya. Gunakan indra pengecap dan penciuman, itu sudah lebih dari cukup. Syaraf-syaraf di kepala kita akan meresponya baik-baik. Kegiatan ini aku sebut Double Coding: menjijikkan sekaligus mengasyikkan. Tak perlu kitab Kama Sutra, jurus-jurusnya sudah terunggah semenjak kita dilahirkan. Hanya perlu membiasakan diri agar Kama Sutra tidak menjadi Kuru Setra. Pahami aturan mainnya, Sayang….kita bersekutu, bukan bermusuhan seperti Pandawa versus Kurawa.

Tunggu, kita melakukan ‘ini’ apakah memang kita ‘ingin’ atau kita mau melakukan ekspedisi?: Penjelajahan atas keingin tahuan, menempuh perjalanan menguak hal-hal tak pernah kita lakukan. Atau sekedar mengisi waktu luang, sebegitu luangnya sehingga kita melakukannya atas nama cinta, atas nama dewa Amor yang ditulis seniman-seniman demi karyanya yang disebut mitologi.

Bisa saja kegiatan ini adalah semacam eksperimen, trial and error. Mendatangkan kepuasan sekaligus membuka jurang yang dalam dan gelap. Mencelakan bagi mereka yang terpeleset, tapi meninggalkan kenangan buat insan yang selamat. Bukan begitu, my Baby..?

Kenangan ‘indah’ itu kelak akan menjadi gagasan bagi dirinya atau lainnya. Sejumlah gagasan berjamaah bisa saja melahirkan kebiasaan-kebiasaan. Dan kebiasaan nantinya berwujud kebudayaan, lalu menjadi legenda turun temurun. Akhirnya menjadi mitos, seolah berasal dari sabda dewa-dewi langit jagad raya.

Maka, jangan coba-coba kenakan kutangmu. Biar saja kedua putingmu melotot, melihatku mencukur habis helai-helai rambut bawahmu, toh tak ada gunanya ‘mereka’ tumbuh di sana. Upacara cukuran ini akan membuatmu seperti lahir kembali. Berbaringlah, rasakan sensasinya, dan akupun menghayati penuh ritual ini. Setelahnya, gantian kau yang melakukan, agar aku terlahir kembali pula.

“Baby, setelah itu apa yang kita lakukan lagi? Kita sudah polos seperti telur ayam.”

Berbuatlah semaumu, buka kulkas, temukan makanan kesukaanmu. Aku sudah memenuhi lemari pendingin itu dengan segalanya. Ada coklat Belgia cair yang dapat kita campur dengan buah stroberi manis. Namun jangan dimakan sendiri, kunyahlah dengan kedua mulut kita, hingga lelehan coklatnya menetes perlahan-lahan ke bawah tubuh.

Nikmati juga minuman dalam botol itu, isinya berbagai campuran rasa dengan alkohol kadar rendah. Aku tak lupa mencampurnya dengan jus apel kesukaanmu. Dan seperti kataku tadi, kita meminumnya bersamaan sekaligus, hingga bibir kita bersentuhan.

Sesudahnya mari kita buat tato di badan kita masing-masing dengan sejumlah pagutan. Nikmatilah jam-jam terakhir kita sebagai manusia, Sayangku!

Sebab, sebelum matahari terbit nanti, aku akan membunuhmu dan setelahnya aku akan mematikan diriku sendiri, agar kelak kita menjadi legenda, lalu menjadi mitos. Yang akan diceritakan setiap orang ratusan tahun mendatang, bagai kisah Romeo dan Juliet. Dan semoga ada seniman yang membuat candi sosok kita berdua, agar kita abadi selamanya pada kisah sejarah di pelajaran sekolah anak-anak.

“Sayangku, aku cinta padamu…”
“Aku juga cinta kamu, Baby…”
“Sampai jumpa di kehidupan kita yang akan datang, aku takkan melupakanmu…..!”
“Bye, my Baby…..see you in another Planet, and I will miss you so much…!”
.
Di pagi hari yang terang, lebih terang dari kemarin, sekelompok warga komplek perumahan menemukan dua buah celengan tanah liat di lahan kosong sebuah tanah bakal kuburan. Kedua benda itu berbentuk sosok laki-laki dan perempuan. Warga berdatangan dan berkerumun, saling mempertanyakan dari mana asal kedua benda tersebut. Mereka berdesakan ingin melihat barang gerabah tersebut. Salah seorang terjerembab, tubuhnya terjatuh persis di atas ke dua celengan itu, hingga hancur berantakan…..Memusnahkan lembaran kisah mitos yang baru saja akan dimulai
.
*****

Jakarta, Maret 2012


Kalau kamu suka Cerita Cinta, baca ini ya:

1. Capucinta

2. Kesepian Kita

3. Rahasia Sepasang Pohon Kampiun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar