: Kepadamu yang setia memandangi jubah kelabu tempat sembunyiku…
Telah lama kuperhatikan dirimu
yang senantiasa menanti hadirku. Pijar bola matamu saat melihat jubahku dari
kejauhan adalah isyarat bagiku untuk segera menemuimu. Sekiranya kita mampu
bertemu, tentu saja telah kubisikkan banyak kisah padamu. Namun kali ini
biarkan sahabat sejatiku yang bercerita, berbisik pelan-pelan sambil
mempermainkan anak-anak rambutmu. Ia banyak tahu tentangku, pun aku telah
berbagi padanya.
Mulaku dalam rupa barisan kristal
dari putih buih samudra yang menapaki tangga kapas-kapas udara biru. Meluluh
bersama gemuruh, menjadi selendang bening yang menyapa sejuk gunung. Sebagian
menghening telaga cermin pendar cakra keemasan, sebagian berkelompok bernyanyi
dengan bebatuan menggulung selaksa oksigen menggapai kehidupan sejumlah tebaran
akar. Akupun tak jemu bercengkrama dengan setiap lapis kedalaman lalu meruah ke
celah-celah litosfer. Seluruhnya aku menjelma menjadi setiap bentuk yang
kusinggahi, kujelajahi, lalu menyatu pada lingkar rantai nitrogen memeluk
setiap nafas mahluk yang ada.
Kemudian pada tanah-tanah yang
rekah serupa kelopak mawar kurebahkan diriku. Menyelusup, mencari sela di mana
partikel-pertikelku bisa menyatu dan merekatkan kembali pelukan bebutir coklat
yang berserak, lalu menguarkan aroma rindu yang mendamaikan hati. Aroma yang
menjadi penanda orkestra para katak tak lama lagi dimulai.