Kamu bercerita tentang malam, namun aku
merasa kini kita mulai menjauh. Tapi entah kenapa hati kita begitu tetap
merekat luluh. Mirip dua sayap kunang-kunang yang biasa kita lihat saat
kita bermain di antara ilalang, di bawah tebar gemintang jauh. Kau
sering mengajaku berlarian di sana lalu merebah di sebelah pepohonan,
menatap angkasa malam dan rembulah separuh. Ingatkah kamu, ada satu dua
daun yang jatuh? Dan kamu bilang pohon itu melepas sauh. Agar kita tak
pernah kemana-mana menjauh. Agar kita tetap di sana, saling melihat
rembulan dan membuang jauh-jauh aneka keluh.
Aku pikir bau tubuhmu mungkin
kulupa, namun lekukmu tak hilang dari setiap indra perasaku, bukit
dadamu yang mulai tumbuh dan desahmu bagai memanggil sang rembulan. Dan
kamu berbisik kembali, sini kuceritakan satu kisah. Kemarin, aku
melihatmu senyum manis sekali. Kita lama bercerita. Bercerita tentang
apa saja tanpa jeda. Cerita tentang kamu. Tentang aku. Cerita tentang
kita. Tentang cinta. Semua bak nyata.
Kunang-kunang membawa lentera,
menjadi rinai cahaya di tengah purnama. Dan kamu tertawa setiap
kunang-kunang itu terbang di wajahku.