Mungkin fiksi seperti fisikmu
wajah kamu, maksudku.
Sebab mata jadi tamak imajinasi
ketika kerlingmu melontar tiang listrik
ke dahiku.
Nyatanya begitu dan dilihat banyak orang
benar memalukan, benar pula jadi kenangan.
Aku ceritakan pada semua teman
mereka pikir aku bercanda dan mungkin
jatuh cinta pertama kali.
Padahal aku manusia biasa, biasa manusia
pada umumnya yang kadang tak tahu
apa yang terjadi: persengkokolan semesta
mengolok-olok diriku agar aku menjadi
benar-benar lelaki penuh hasrat padamu.
Maka, wajahmu kini kurayakan dengan sederhana.
tanpa apa-apa, maksudku,
toh aku tak menilai kekasih dari bajunya.
Jakarta, 2018