Duarrr...!




Dia melangkah gontai, menjejakan kakinya di tepi pantai. Malam tergenang dalam sunyi. Rembulan di balik awan bersembunyi. Ombak air laut mendengar dia bernyanyi, ruap-ruapnya menari-nari. Di kejauhan ada dermaga yang membisu, tanpa kapal-kapal. Tiang-tiangnya terayun seperti ingin berlari. Bahkan ingin meloncat, berenang di dekat karang. Dia masih melangkah, dengan tubuh setengah basah.

Dia percaya dengan bernyanyi seluruh jagat akan bernyanyi pula. Dia percaya pula jika tertawa seluruh alam akan tertawa. Dia merasa, gontai langkahnya membuat ombak-ombak itu enggan tinggi bergulung. Maka urung niatnya untuk berlari. Padahal dermaga itu masih dalam jangkau pandangannya. Dia tak ingin melihatnya lagi. Dermaga sama dengan penantian. Dia benci: penantian dan penantian.