—–
ibu, kata mereka kamu di surga. betul ibu? kalau iya aku ingin menyusul
kesana. didongengkan kamu tentang indahnya istana dunia. dongeng saja
ibu. karena pada nyata, dunia adalah neraka tempat aku mempertaruhkan
segala. segala. bahkan hidup, nafas dan nyawa. ibu, kata mereka kamu di
surga. kata mereka di sana ada taman bermain. ada bunga-bunga yang
menyapa. dengan segala tawa. betul ibu? kalau iya aku ingin menyusul
kesana. aku ingin melihatmu, menyentuhmu, membelaimu. karena pada nyata,
aku sungguh bukan siapa-siapa. kecuali beling-beling dan seonggok
botol plastik, menjadi temanku. tempatku bercerita.
.
(sementara seorang pengamen, gitar tua dan harmonika berkarat.
melantun tentang balada. indahnya negri, hias pijar lampu kota. kereta
cepat dan asap kuda-kuda besi yang mengangkasa. jendela-jendela terang
mengotak-atik gelap malam, berbicara tentang saham pada lantai gedung
tinggi ia mendekam.)
.
ayah! ayah kenal ibu? ayah tau seperti apa wajah ibu? bersyukurlah ayah.
karena aku tidak. tidak pernah tau ibu itu bagaimana dan secantik dewi
apa. seperti aku tidak tau ayah bagaimana dan setampan apa. kalian
terlalu terburu-buru bertamasya ke surga. terbang menghilang
meninggalkan aku di gundukan. entah menghilang, entah berlalu setelah
membuang. dan aku hanya terbungkus selendang. lalu dingin dan panas
sering menyerang. rasanya seperti kena tendang. dari alam yang begitu
jalang. ayah! ayah kenal ibu? atau hanya semalam, atau hanya dua malam,
atau tiga malam?
ayah, kata mereka kamu bersama ibu di surga? benar ayah? kalau iya,
tolong kalian sampaikan pada israil kalau aku juga ingin disana. sama
ayah. sama ibu. biar tidak usah tiap hari disebut yatim piatu. biar
tidak usah setiap hari jadi ayah dan ibu untuk diri sendiri yang layu.
biar angin tak sumbang berlagu. biar malam tak menghujam sejumlah sendu.
ayah, kata mereka kamu bersama ibu di surga? apakah pintunya sudah
terbuka? aku ingin di sana, meski sebentar saja, meski hanya melongok
lewat jendela.
.
(sementara seorang badut jalanan, memainkan kaleng. berputar-putar
di atas kepalanya. coreng moreng wajahnya, menyembul dari celoteh warna
kusam bajunya. tertawa-tawa ia tanpa air muka yang berubah.
bergemerincing koin logam dari tisik kantungnya. satu terjatuh
menggelinding masuk hitam selokan.)
.
ayah. ibu.. sini. main kesini. ke aspal pinggiran tempat aku selalu
bermimpi soal kalian. bermimpi soal keluarga. soal cinta. soal
cita-cita. soal hidup. jelaga jalanan buatku ranjang beledu dan seperti
biasa aku tak bisa mengadu. kepada siapa? kepada bulan biru? lampu-lampu
jalanan seperti hantu mengenyahkan indah mimpiku di atas bantal batu.
ayah. ibu.. sini. main kesini. dedangkan aku sebuah lagu. seperti
anak-anak yang lain. yang gemar bermain, yang ingin dipeluk dan dicium.
di tengah hangat bisik dongeng dan usapan kasih sekuntum. hingga aku
bisa tersenyum. karena melihat senyum ayah. senyum ibu. senyum bintang .
kejora mata ibuku sendiri. binar tatapan ayahku sendiri.
.
****
.
Pungky + Granito
Tersentuh.. ini pengalaman pribadi atau imajinasi saja mbak? :)
BalasHapusImajinasi berdasarakn pengamatan sekeliling mbak Cica
BalasHapus