Kang Insan



Kemarin aku bertemu kang Insan di stasiun kereta
hampir tidak mengenaliku sebab dia asyik menunggu kata-kata.
Sedangkan aku tak sabar menunggu paragraf yang akan lewat.
“Hai kang,” sapaku saat gerbong cerita masuk peron.
“Lho, kok kamu di sini?” jawabnya sambil mengangkat tas dan buku KBBI.
“Aku mau ke Jawa Tengah, ingin jumpa dengan mas Odi.”
“Oh gitu. Barusan mas Odi justru mengirim epilog ke saya.”
“Mana kang? Harusnya dikirim ke aku, sebab kami mau menerbitkan dongeng.”
“Tadi ada di kepala saya, sekarang sudah terbang ke cakrawala.”

Kang Insan lompat masuk kereta, aku ingin mengikutinya. Tapi seorang petugas
menarik lenganku, “Mana karcisnya?”. Kukeluarkan selembar Licentia poetica.
“Salah jurusan! Kereta ini menuju kota Kritik Sastra. Sedangkan tiketmu untuk
perjalanan ke desa sajak,” jawabnya seraya menunjuk peron B.

Dari jendela, kang Insan melambai tangan,”Sampai bertemu.”
“Sampai berjumpa kang,” jawabku sambil memungut kata-katanya.
Dia lupa, abjad-abjadnya tumpah semua. Kereta itu terbang secepat kedip bintang.
Aku malah sibuk merangkai huruf yang ketinggalan.
‘Kredo 2000’, begitu jadinya sehabis kususun ulang.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar