Amnesia



Di bawah pohon impian aku duduk bersama dia
daun-daun ingatan gugur; musim baru telah tiba.
Seharian kami menukar luka dengan cerita baru
“Biar seru,” katanya sambil melempar foto kekasihnya.
Aku sibuk mendengar kisah-kisahnya, seolah apa yang dia bicarakan,
adalah tentang aku juga.
Lama-lama aku rasa, dia cocok untuk kubawa pergi .“Ikut aku saja yuk.”
“Ke mana?” Dia balik tanya. “Ya ke mana saja, asal fantastis dan rahasia,”
jawabku sesuka hati. Dia mengangguk, matanya menerawang. Sepertinya
dia ingin benar-benar pergi, dari luka yang selama ini dia bawa.

Aku bilang, mari bertukar lupa: dari mana kita dulu berasal  dan akan ke mana
nantinya. Bukankah awan-awan yang lewat tak pernah sama bentuknya,
angin berlainan hembusnya. Hujan nanti sore bukanlah rintik tahun kemarin.
Segalanya tidak pernah sama, meski matahari tetap dari timur. Namun, apakah
sinarnya persis? Terangnya serupa?

Ah, pergi sajalah. Aku menggandeng tangannya,dan kuselipkan selembar karcis
sekali jalan tanpa bisa pulang. Selembar lagi kumasukan dalam sakuku. Silahkan
pilih, mau sendiri atau kutemani. “Janji dulu!“ Tiba-tiba dia menghentikan langkah.
“Janji apa, sih?” aku mendadak terhenyak. “Jangan buat aku cemburu, ya,”
kata dia serius. “Oh, jangan kuatir. Aku amnesia, memilih lupa daripada luka."

****

2 komentar: