.
Merah
Aku sering bertanya dalam hati, kenapa pelangi hanya timbul, saat reda
hujan? Ingin lihat pesta warna di langit, harus menunggu mendung. Lalu menanti air jatuh dari langit. Masalahnya jika hujan sore hari dan petang baru
usai rintiknya, pelangi tak kan datang. Direngut sinar rembulan dan gelap
malam. Pelangi itu semu, tak dapat di pegang, diraih, apalagi dibawa pulang.
Namun aku suka, meski semu, aku begitu menyukainya.
Jingga
Ini tentang mimpiku semalam, mimpi tentang pelangi yang menari-menari
merayakan kemenangan usai gerimis hujan. Tak pernah ia menyesal bahwa hadirnya
hanya sekejap saja dalam mewarnai bumi.Tak pula ia merutuki gerimis dingin yang
mencipta gugu dan gigil.Tidak juga mencaci mentari yang hanya mampu sementara
membiaskannya. Karena yang ada hanya rasa syukur pernah menjadi pelangi, pernah
memesona dunia dengan berbagai warna indahnya.
Kuning
Waktu sekolah dulu, aku kerap menunggu hujan siang, berharap cepat datang
dan cepat perginya. Agar sore hari pelangi muncul, lalu mengajak kekasih
menonton pelangi di hari jelang senja. Melihat bentangan langit, lalu mulai
menghitung, ada berapa lengkung warna pelangi itu. Seperti biasa kamu selalu
tersenyum saat hitunganku kacau, begitu rapat nuansanya. Aku kesulitan melihat
batas kelirnya. Dan kamu kembali tersenyum.
Hijau
Ia mengingatkanku akan dirimu, ketika kita berada di sebuah taman di
sudut kota ini. Semuanya terjadi karena sebab akibat, sebuah hukum alam yang
kau tahu pasti tentangnya. Katamu, dalam fisika semuanya terjelaskan dengan
gamblang, mengapa bulir bulir kecil air berefleksi menjadi warna warna indah,
menjadi spektrum yang melengkung di atas langit. Di saat itulah aku mulai
menyukai gerimis, ketika kau buat aku menyukai pelangi.
Biru
Barisan warna merah, jingga hingga ungu dan magenta, memesonaku hingga kini.
Jika saja putih dibilang siang dan hitam dikata malam, jika saja coklat
dibilang tanah, kelabu dibilang mendung. Sempurna sudah komposisi alam.
Bagaimana dengan warna emas dan perak? Ah, itulah kilau mentari dan rembulan.
Oh ya, tentang bening masih menjadi soal, apa itu menjadi barisan nuansa pula?
Aku pikir, bening mewakili udara. Apakah kamu setuju?
Nila
Senja hari itu aku melihat pelangi. Menjulang tinggi, membuncah kebekuan
di bawah bekas tapak gerimis perjalananku. Di antara rona tali penuh warna, aku
bersandar, rehat sejenak mengharui keindahan yang langka. Busur cakrawala itu
terlihat ceria, merah-kuning-hijau-biru membuatku tersenyum mengingat
penjelasanmu ketika itu. Pelangi di ujung sendu, nila-jingga-ungu dan abu-abu.
Begitulah warna-warna indah itu tercipta, adalah dari warna kelabu seperti
warna mendung itu, hingga menghasilkan hujan. Dan aku masih tertegun menapaki
jejak yang tertinggal di sela butiran-butiran pikselnya.
Ah, pikiran ini langsung menari-nari ditampik awan. Dan senja itu, laju
kendaraan di permukaan nampak sibuk mensesaki jalanan yang basah oleh keringat
para penghuninya. Perlahan, pelangi pun kian memudar. Ronanya digantikan
kegelapan malam. Hitam. Bersama pudarnya, akupun kembali melangkahkan kaki tuk
pulang, sambil berharap esok kan berjumpa lagi.
Ungu
Aku rasa kau cukup sesekali menjenguku nanti, tak perlu membawa sedu sedan.
Tersenyumlah saat itu, dan lihatlah ke arah cakrawala. Ketika bias mentari
bertemu rinai hujan dan membawa lukisan di langit, di sanalah aku menunggumu.
Tersenyumlah seperti saat kau mendengar aku menghitung banyaknya bias warna
pelangi sore. Aku tahu, aku tak akan dapat menebak jumlahnya, aku hanya ingin
melihat kau tersenyum bahagia. Meski tanpa aku.
.
.
*****
.
.
Granito & Venus
Huwaaa...
BalasHapusNulis bareng mbak Venus? Tapi kayaknya, nulis bareng sapa aja tetep citra romantisnya gak ilang yak..
haha...emang bisanya cuman gaya begituan .... :)
BalasHapushalo masbro kemenong aje nih
BalasHapushalo mas Roni.....hahaha kemarenan rada sibuk kantor aku....hihi
BalasHapusaku juga suka pelangi..... moto pelangi hehehe
BalasHapus