Minggu subuh Mila berlari, olahraga pagi.
Menghirup udara bersih, menjenguk suhu yang turun satu derajat. Jam masih pukul
lima. Kaus ketat merah jambu dan bicycle
pants hitam, sesekali menguak kontur badannya. Wewangian Adidas membantu
semangat Mila. Aroma maskulin memang favoritnya. Aktif. Sportif. Menebar aura
positif.
Sebelumnya, seperti biasa Mila melakukan
pemanasan: membuat gerakan berputar pada leher, lengan dan pinggang.
Mengendurkan otot-otot sendi. Mengusir kantuk yang melekat di pelupuk matanya.
Membuang penat yang tersimpan dalam setiap sel-sel tubuhnya.
Sepatu jogging putih dengan tiga strip merah
muda, selaras dengan kaus ketatnya. Yang nampak tak mampu menyembunyikan
pusarnya. Sepertinya berat badan Mila naik satu kilogram. Dan itu cukup
membuat Mila dengan mudah mengenyah rasa malas bergerak dipagi ini. Lebih baik
lari pagi, daripada mengurangi makan. Dan ini akhir minggu, harusnya bebas dari
diet. Sekali-sekali memanjakan diri dengan kuliner, begitu pikir Mila.
Sementara paha sintalnya menjejak, pikiran Mila
tertuju ke aspal jalanan yang mulai rusak, banyak berlubang. Jika saja ia
menjadi Gubernur, sudah dari tahun kemarin jalan itu dibuat mulus. Apa susahnya
sih? Tidak cukup dana kah? Tidak cukup orang untuk mengurus kah? Lari pagi
selalu membuat pikiran Mila liar, berandai-andai, bertanya-tanya dalam hati.
Ingin rasanya merobohkan sebagian gedung tinggi
yang ada di depannya. Menggantikan dengan pepohonan dan sekolah. Lantas membuat
peraturan, agar kendaran bermotor diganti dengan sepeda. Agar polusi tak
menjadi-jadi. Dan Mila ingin membangunkan semua orang dengan pengeras suara
Masjid. Biar mereka terbangun untuk senam pagi. Mila tak dapat membendung
dirinya berandai-andai. Aneka pengandaian, serupa laron-laron yang mengepung
benak Mila.
Mila tak mengerti, mengapa kendaraan begitu
banyak. Jika hari biasa, jam kantor seperti nyala lampu yang di kelilingi
ribuan laron-laron. Penduduk terlalu padat! Kata temannya. Lhoh, bukankah
negeri ini luas? Rakyat hanya berhimpit di sebagian daerah, terutama kota-kota
besar. Sudah dua kilometer berlari, pikiran Mila makin cepat berlari pula.
Minggu pagi, raga Mila berpapasan dengan
pepohonan. Menghirup udara bersih, menjenguk sejuk. Namun seperti biasa, justru
ini yang membuatnya Mila bertanya-tanya dalam hati. Tentang sekelilingnya,
tentang kotanya, tentang apa saja yang hinggap di kepalanya.
Kepalanya adalah lampu yang menyala, dan
pikiran-pikiran itu bagai sekawanan laron yang mengelilinginya. Andaikata ada
tombol di dahinya, sudah sedari tadi ia tekan mati. Dan barangkali ia dapat
bebas. Bebas dari berpikir; sesuatu yang sulit ia hentikan. Pikirannya bagai
gergaji nuklir, bekerja siang malam tanpa titik henti.
Sebuah lagu sedikit mengusir sejumlah laron
pikiran itu. Musik yang masuk ke telinganya melalui alat putar MP3 berwarna
hijau zaitun mungil yang selalu ia bawa. Mila tahu, cara efektif mengenyahkan
isi kepala adalah menggantikannya dengan musik. Dentuman perkusi dan melodi
riang, seperti tekanan yang mematikan tombol nyala lampu di benaknya.
Sebagian laron-laron kini menghilang.
Sialannya adalah: tiba dilagu kedua, liriknya
membekuk hatinya. Lirik tentang asmara. Dan Mila pasrah, tak mampu berbuat
apa-apa. Tak mungkin mengibas kata-kata. Mencoba menyuntingnya dalam hati.
Namun tak berhasil. Kata-kata itu terlalu cepat menyelinap ke relung kalbu
Mila.
Hatinya seperti lampu, yang menyala lalu di
kelilingi sekelompok laron. Laron berupa kata-kata tentang cinta. Berterbangan
begitu banyak, hingga sayapnya mengeluarkan suara gemerisik. Andai saja
laki-laki itu belum mempunyai istri, tentu sudah menemaninya lari, pagi ini. Mila
mulai beranda-andai lagi. Lalu, kelompok serangga bersayap itu berubah menjadi
penggalan-penggalan kenangan. Bagai mosaik yang pecah berkeping-keping,
melayang-layang, mengitari relung kalbu Mila.
Mosaik yang ia buat selama tujuh tahun, bersama
seorang laki-laki. Laki-laki yang ia kenal di kantor, laki-laki yang umurnya
dua puluh tahun lebih tua. Sosok itu adalah bossnya. Dan Mila jatuh cinta.
Meski ia sendiri heran, mengapa memilih kasmaran pada atasannya, bukan pada
laki-laki yang muda yang sepantaran. Mila telah mencoba, menjalin renda kasih
untuk siapa saja selain bossnya.Tidak membuahkan hasil. Pikiran dan hatinya
tetap singgah pada pria itu.
Sementara semakin hari, semakin banyak laki-laki lajang
yang mencoba mencuri hati Mila. Mila menjadi lampu yang berpendar keemasan,
mendatangkan laron-laron cinta. Mengayuh udara, mengitari sambil mengepak
sayap, berbisik-bisik, berceloteh tentang rayuan dan janji-janji. Hingga mereka
kelelahan, merontokan sayap-sayapnya. Lalu jatuh, berkumpul, dan menghilang di
balik tembok cakrawala. Mila dapat
melihat, sayap-sayap yang lepas itu bertebaran di mana-mana.
Ia masih meneruskan larinya, mengitari jalan
utama ibukota. Matahari mulai bersinar, silau cahaya memantul dari
gedung-gedung kaca. Gedung-gedung kaca bagai lampu raksasa yang mengundang
laron-laron bekerja. Di salah satu gedung itu, Mila pernah bekerja, pertamakali
bekerja. Dan bertemu bossnya untuk pertamakali pula. Di sanalah, ia menjumpai
getar-getar kasih. Sepertinya tak terasa, namun mampu menggoyang sukma. Getaran
yang belum pernah ia miliki sebelumnya. Meski acap kali bertemu dan pernah
berkencan dengan beberapa pemuda. Mila menemukan sesuatu yang tak dapat ia
temui dari laki-laki lain.
Sampai suatu saat laki-laki itu menyatakan cinta
pada Mila, dan Mila tak dapat menolaknya. Otak kirinya yang menampung
syaraf-syaraf akal, tak berfungsi sama sekali. Mila menemukan sosok pria yang
dewasa, sosok laki laki yang bagai paduan pemuda belia dan figur seorang ayah.
Hingga Mila dapat bebas bercerita apa saja, bebas mengeluarkan kata-kata, bebas
berkeluh kesah tentang sejumlah gelisah.
Saat-saat selepas jam kantor atau hari libur,
Mila menempuh waktu bersamanya. Menonton pentas musik, makan es krim, memilih
sepatu, nonton filem Korea di bioskop, mengunjungi museum, belanja ke pasar
seni, menikmati soto betawi di tengah malam, berenang di laut, melihat-lihat
pet shop, merawat kura-kura, keluar malam hanya untuk jajan MC Flurry.
Mila merasa, kali itu lampu pikirannya yang mati.
Dan justru dirinyalah yang menjadi laron. Serangga yang bersayap rapuh. Yang
terbang mengitari sumber sinar. Yang sebentar lagi akan kehilangan sayapnya,
dan tak mampu terbang lagi. Lantas menjadi rayap.
Maka, selagi dapat terbang, Mila mengepak sayap
tanpa henti. Menikmati waktu yang berjalan, menikmati hari-hari yang penuh suka
cita. Sementara tujuh tahun berlalu sudah, Mila menjalani kehidupan cinta tanpa
tujuan. Tak mungkin bersatu pada pernikahan. Bersanding selamanya dengan kekasihnya
adalah cuma keinginan. Hanya harapan yang tak memiliki celah kemungkinan.
Apalagi sebuah kepastian.
Dan Mila sadar, bahwa suatu saat ia harus pergi,
meninggalkan sayap-sayapnya yang akan patah. Meninggalkan kekasihnya. Berganti
menjadi rayap yang menjelajahi bongkah kayu, yang akan meniti hari dengan
langkah-langkah kecil. Dan tak tahu lagi tentang tujuan. Hidup ini untuk
dijalani. Sekali lagi ia mendapat, lampu pikirannya mulai meredup. Lalu sirna.
****
“Jadi nggak mungkin ya nikah sama aku, Mas?” Mila
bertanya sambil mengenakan kutangnya.
Laki-laki itu tak menjawab, mencium keningnya
tanpa suara.
“I have to leave you.” Mila memeluknya
dengan pelukan yang paling erat.
Laki-laki itu masih terdiam dan membalas
memeluknya.
Beberapa tetes air tumpah dari mata Mila, membasahi
dadanya. Lalu dengan cepat mengering setelah udara dingin tertiup dari AC mobil
yang membawanya pulang dari pondok sewa. Wajahnya bersandar pada kekasihnya,
yang tanpa suara sedari tadi. Laki-laki yang selama tujuh tahun menemaninya,
namun tak dapat menikahi Mila. Laki-laki yang mustahil meninggalkan
keluarganya, seorang istri dan dua anaknya.
Minggu pagi, Mila merasakan dirinya begitu ringan
serupa laron yang mencari terang. Terbang melayang-layang, mengitari sebuak
sosok yang terbujur telentang. Sebuah kendaraan menubruknya dari belakang.
.
.
****
Granito 2011
speechless
BalasHapusmakasih Bunda, udah sempetin mampir kemari :)
Hapus.͡▹ ‘Ήм̣̣̥̇̊мм̣̣̥̇̊‘♌⌣ .̮ ⌣♌Ήм̣̣̥̇̊мм̣̇
BalasHapustrims mbak Alin
Hapusdamn good..! (y_
BalasHapusnuhun kang Erri...
Hapusloh. mati.
BalasHapusiya mbak mati dia... :D
HapusKeren bgt ka ❤
BalasHapusIDN Poker
BalasHapussekop poker
sekop poker domino
sekopdomino88
deposit via pulsa
deposit via ovo
domino88
Capsa88
bonus jackpot
Ceme88
deposit via telkomsel