Dia melangkah gontai, menjejakan kakinya di tepi pantai. Malam tergenang
dalam sunyi. Rembulan di balik awan bersembunyi. Ombak air laut
mendengar dia bernyanyi, ruap-ruapnya menari-nari. Di kejauhan ada
dermaga yang membisu, tanpa kapal-kapal. Tiang-tiangnya terayun seperti
ingin berlari. Bahkan ingin meloncat, berenang di dekat karang. Dia
masih melangkah, dengan tubuh setengah basah.
Dia percaya dengan bernyanyi seluruh jagat akan bernyanyi pula. Dia
percaya pula jika tertawa seluruh alam akan tertawa. Dia merasa, gontai
langkahnya membuat ombak-ombak itu enggan tinggi bergulung. Maka urung
niatnya untuk berlari. Padahal dermaga itu masih dalam jangkau
pandangannya. Dia tak ingin melihatnya lagi. Dermaga sama dengan
penantian. Dia benci: penantian dan penantian.