Istana Pasir




(Quinn tampaknya sedang online dan akan menerima pesan Anda setelah dia sign in. Anda juga dapat mengirim pesan ke ponsel Langit. Kirim pesan SMS (Ctrl+T). Anda saat ini tampil online ke Quinn.)

Yang aku tau. Kamu manja. Kekanakan pula. Penyuka kopi buih susu. Penggemar berat sudut kafe. Kamu bagiku adalah sosok romantis, sekaligus pencemburu kelas kakap. Kamu berbeda dari yang orang-orang yang kenal. Kamu penuh kontradiksi. Dan aku menyukai itu.

Kalau kamu sering berpikir, andai saja kita bertemu beberapa tahun yang lalu, sebaiknya aku jawab: mengapa harus bicara mengenai itu? Bagiku ini adalah sebuah keindahan. Pesona sang waktu yang kerap menyelipkan kejutan. Aku tidak tahu apa yang terjadi jika kita bertemu sebelumnya. Apakah kamu percaya takdir?

Yang aku rasa, ini bukan suatu kebetulan, bukankah kamu pernah berkata ada jodoh yang tak harus bersama. Kita dipertemukan sekarang, menurutku  inilah jodoh. Jangan pernah sesali tentang apapun, nikmatilah keindahan ini. Jangan pernah tanya, mengapa aku tertarik padamu, karena akupun tak akan bertanya mengapa kamu menyukaiku. Kamu setuju? Atau tak mau mengaku?
Kamu pernah bilang bahwa kamu selalu kesepian, itu masalahnya. Dan awalnya kamu tak tahu segala mula tentang kita berasal. Dari kesepian, dari kepingan kata, dari sejumput hati kemayu dan tiba-tiba angin meniup kita pada setiap detak nafas yang mulai menghentak. Kamu juga berkata bahwa aku menghadirkan setumpuk sayap kasih padamu yang tak kau temukan pada sayap-sayap bidadari manapun. Hingga akhirnya kamu rebah pada bantal beledu rindu yang aku sediakan. Benarkah begitu? Jangan bohong! Aku tak suka kebohongan.

(Quinn tampaknya sedang RINDU dan akan menerima pesan Anda setelah dia sign in. Anda juga dapat mengirim pesan ke ponsel Langit. Kirim pesan SMS (Ctrl+T). Anda saat ini tampil KANGEN ke Quinn.)

Katamu sejak awal, jalani semuanya seperti air mengalir. Mengalir seperti aku merasakan sensasi yang luar biasa. Entahlah, kamu yang sekenanya memanggilku dengan sebutan cinta, sementara aku bukan siapa siapamu. Ah lupakan, semua sudah berlalu. Aku hanya mau, kamu selalu berada di sisimu saat kamu kesepian. Aku mau kamu mencurahkan segala keluhmu kesahmu kepadaku. Tak usah pedulikan apapun, di setiap malam beranjak, aku dan kamu berdua di sini, membicarakan tentang apapun, hingga embun pagi meraih daun yang mengulum, lalu kita menyudahi semuanya sambil membawa beberapa kuntum rekah senyum.


(Selembar dimensi menguak tentang kisah kita bagai istana pasir yang rentan akan gulung ombak. Di sanalah aku berdiam dan terpaku. Berharap tak kan datang segulung biru air yang sewaktu-waktu menerjang, bahkan terhadap hujanpun aku selalu berharap, agar jatuh jauh di seberang sana. Dan kita tetap lelap dalam dunia, yang kita genggam dengan kedua tangan kita. Dan tak seorangpun bisa mencurinya meski diam-diam dari balik awan hitam gelapnya sang malam.)

Yang aku rasa, aku selalu merindukanmu. Bayangan wajahmu terpantul di layar minitorku meski berjejer rapi angka-angka di sana.  Ini gila! Ada kamu di sana. Di antara barisan angka-angka akuntansi setiap hari aku menatapnya. Ini tidak masuk akal. Kamu mampu menyingkirkan segala hal yang teramat penting. Sebelum kau datang, angka-angka ini yang menjadi temanku. Apakah ini gila?

Ini aneh! Kamu mampu membuat aku kangen setengah mati dan cemburu gila gilaan. Haram bagiku, tapi inilah kenyataannya. Aku mungkin sudah gila. Aku tak peduli dengan malam yang berganti pagi, asalkan bersamamu, akan aku jalani. Ya aku jalani, meski engkau hanya sosok pangeran dari kayu kusam, yang gamang tertancap di sudut sebuah istana pasir. 

(Quinn tampaknya sedang offline dan akan menerima pesan Anda setelah dia sign in. Anda juga dapat mengirim pesan ke ponsel Langit. Kirim pesan SMS (Ctrl+T). Anda saat ini tampil offline ke Quinn.)


****

Langit Quinn + Granito Ibrahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar