Di atas lingkaran ini, Cin
Cukup lama kau termenung menatap bumi yang tengah keropos
Palma, trembesi
Kenanga mendesir, berkesiur menjinjing aroma kamboja
Semua di sulap,
Menjelma batu, abu, arang, asapnya bikin peparu lubang
Bikin hati alergi.
Antara sinar mata dan benda berkabut
Di hadapan kita terbujur garis lini
Sebagai misa bunga-bunga musim gugur
Mengapa kau murung, hai anak cincin api..
Tidakkah kau lihat,
Sakura gugur terseret embun bergulung
Terkurung dalam birunya merah matahari
Lingkar bara, amuk air, angin equator
Menjelma kuda kuda liar bersayap celaka
Sebentar lagi sel dan kromosom teratai mengalami korosi
Lalu, pada siapa kita bertanya?
Langit!
Mega!
Apa hujan tidak marah?
Ombak pecah di langit membungkam duka
Sejuta malaikat pada setiap ujung nyawa
Menebar benih mawar setiap jengkal tanah
Kulihat itu di merahnya tapak kakimu
Kutemukan itu di dalam biru bulir peluhmu
Anak cincin api,
Para penyair menafsirkan nyeri sebagai puisi
Para pelukis menggambar air mata dengan warna bianglala
Masihkah kau di sini meraba negeri yang sedang entropi
Jika matahari tak bisa menjawab segera
Bulan akan membawa kabar gembira pada setiap duka lara
Berani!
Perkasa!
Derik batu bergetar menyusun pilar tegar
Bencana adalah belanga nafas tanah katulistiwa
Bukan sia sia bukan nestapa dibalik cakrawala.
Cincin api,
Rumahmu,
Negerimu.
Melantun lirih panjatan doa
Tembang pelangi untuk sang maha
Penguasa segala semesta
*
Kolaborasi : Granito Ibrahim, Haz Algebra & Gusti Bob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar